World Poetry Day atau Hari Puisi Sedunia kembali diperingati setiap 21 Maret di seluruh dunia. Penetapan Hari Puisi Sedunia ini atas prakarsa Konferensi Umum United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) ke-30 di Prancis pada tahun 1999. Artinya, selama 23 tahun hari puisi sedunia kerap diperingati sebagai salah satu dukungan atas keragaman kebahasaan melalui ekspresi puisi.
Indonesia sebagai salah satu negara yang sarat akan budaya dan bahasa tak luput merayakan Hari Puisi Sedunia. Beragam kegiatan turut menyambut Hari Puisi Sedunia di jagat digital seperti Webinar, pambacaan puisi, kompetisi menulis puisi, unggahan bait puisi, termasuk ucapan Selamat Hari Puisi Sedunia.
Puisi berasal dari bahasa Yunani yaitu pocima yang artinya membuat atau kata poeisis yang artinya pembuatan. Puisi tak sekadar ragam sastra yang bahasanya terikat irama, rima serta penyusunan larik dan bait. Lebih dari itu, menurut Watt-Dunton puisi adalah ekpresi konkret yang bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama. Aminudin memaknai puisi sebagai proses membuat dan juga pembuatan karena melalui puisi pada dasarnya seseorang telah menciptakan dunia tersendiri berisi pesan atau gambaran suasana tertentu, fisik maupun batin.
Berbicara tentang puisi tak lengkap rasanya tanpa mengenal sosok sastrawan yang menjadi peracik makna dan kata dalam keindahan puisi. Salah satu sastrawan terkemuka tanah air ialah mendiang Sapardi Djoko Damono, sosok yang akrab disapa Eyang Sapardi ini merupakan sastrawan yang dikenal luas atas karya-karya puisinya yang romantic dan sarat makna.
Eyang Sapardi lahir di Surakarta pada 20 Maret 1940. Ia merupakan seorang sastrawan sekaligus dosen yang pernah meraih penghargaan Habibie Awards (2016) atas karya puisinya. Buku Hujan di Bulan Juni menjadi saksi sejarah kesastraannya di tanah air. Salah satu puisi dari buku tersebut yakni puisi “Suatu Hari Nanti” menjadi buah karya yang menyuratkan pesan bagi kita semua untuk senantiasa mengabadikan puisi dengan terus menulis.
“Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap kusiasati,
pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi,
namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari.”
Wafatnya Eyang Sapardi pada 19 Juli 2020 lalu membuat kita kehilangan salah satu figure sastrawan terbaik yang amat rajin melahirkan karya. Kini puisi-puisi Eyang Sapardi harum dan abadi seperti namanya. Peringatan Hari Puisi Sedunia ini membawa harapan, semoga sastrawan-sastrawan muda terus tumbuh dan menjalarkan karya puisi sebagai upaya melestarikan seni dan bahasa layaknya Sapardi Djoko Damono.
Penulis: Siska Irma Diana
0 comments on “Sapardi Djoko Damono dalam Peringatan Hari Puisi Sedunia 2022” Add yours →