“Tajam ke bawah tumpul ke atas”, pernyataan ini tentunya tidak asing lagi di telinga kita. Pernyataan ini biasanya digunakan untuk menggambarkan keadaan hukum di negara ini. Namun, apa sebeneranya yang membuat pernyataan ini bisa muncul di kalangan masyarakat Indonesia? Yuk, kita simak!
Pada dasarnya Indonesia merupakan negara hukum yang mengatur setiap warga negara untuk bisa memahami hak dan kewajibannya. Keberadaan hukum merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur. Hukum memiliki fungsi dan peranan yang tak terhingga ragamnya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab hukum memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, hukum dapat menciptakan rasa aman, tentram, damai, adil dan makmur.
Pada awalnya hukum dibuat untuk memberikan rasa aman, tentram, damai, adil dan sebagainya. Akan tetapi, dalam implementasinya sering terjadi pergeseran fungsi utama dari hukum itu sendiri. Terdapat banyak contoh kasus yang mengusik rasa keadilan publik, sebab publik merasa kecewa dengan putusan hakim. Misalnya, kasus nenek Asyani yang berumur 70, di Situbondo Jawa Timur (Jatim) yang di dakwa mencuri 7 batang kayu jati yang diambil dari lahannya sendiri dituntut dengan ancaman 5 tahun penjara. Padahal apa yang dilakukan nenek Asyani tidak dapat dikategorikan sebagai illegal logging sebab tidak merugikan negara secara besar, sehingga tidak bisa dijerat dengan UU Illegal Logging. Sedangkan, para mafia yang melakukan illegal logging secara masif bebas berkeliaran tanpa adanya hukum yang menjerat mereka. Ini merupakan salah satu kasus dari banyaknya kasus yang dinilai tidak memberikan keadilan bagi masyarakat yang kurang mampu.
Masyarakat melihat bahwa penegak hukum di negara ini memiliki sikap berbeda terhadap mereka yang kurang mampu. Hal inilah yang memunculkan pernyataan bahwa hukum di Indonesia adalah “tajam ke bawah tumpul ke atas” yang berarti tajam ke bawah mengindikasikan bahwa hukum sangat menusuk bagi masyarakat yang kurang mampu, sedangkan tumpul ke atas mengindikasikan bahwa hukum sangat bersifat fleksibel bagi mereka yang memiliki kuasa dan pemangku kebijakan.
Negara ini juga baru saja memperingati hari Kehakiman Nasional yang jatuh pada tanggal 1 Maret lalu. Pada dasarnya para hakim berpedoman pada kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang menunjukkan bahwa seorang hakim menjadi “wakil Tuhan” di hadapan masyarakat. Semoga melalui peringatan hari Kehakiman Nasional, para hakim di seluruh Indonesia bisa bersikap adil dan independen. Agar tidak terdapat lagi pernyataan di masyarakat bahwa hukum di Indonesia “tajam ke bawah tumpul ke atas”. Selamat Hari Kehakiman Nasional untuk seluruh hakim di negeri ini. Salam Damai!
Penulis: Yohanes Kasih Tua
0 comments on “Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas, Benarkah?” Add yours →