Kemerdekaan Indonesia atas usaha sendiri memunculkan kepercayaan diri dengan menempatkan bangsa ini sebagai ahli waris budaya dunia. Tidak lama setelah pengakuan internasional atas kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pada 18 Februari 1950 kumpulan seniman dalam mingguan Siasat melansir Surat Kepercayaan Gelanggang. Surat tersebut dimulai dengan pernyataan lantang “ Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini akan kami teruskan dengan cara kami sendiri.”
Kalimat tersebut memiliki beberapa kandungan penting. Meminjam tafsir dari Jennifer Lindsay, ada beberapa semangat yang terpancar dari kalimat tersebut. Pertama, kelahiran NKRI dihikmati dengan kesadaran penuh akan pentingnya kebudayaan atas eksistensi suatu budaya. Bahkan jauh sebelum surat itu dikeluarkan, kesadaran atas pentingnya budaya sebagai eksistensi suatu bangsa mendorong penyelenggaraan Kongres Budaya Nasional Pertama yang diselenggarakan di Magelang pada 22-24 Desember 1948.
Dalam kongres tersebut hadir juga Mohammad Hatta selaku Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama. Dalam pidatonya ia menyampaikan bahwa kebudayaan tidak hanya harus dipertahankan saja, tetapi kita juga harus berusaha merubah dan memajukannya. Oleh karena budaya sebagai sesuatu yang luhur, sebagai yang tumbuh, dapat hilang dan bisa maju.
Kedua, kesadaran akan pentingnya sebuah kebudayaan bersifat lintas pemikiran dan ideologis. Para seniman dan pemikir yang turut menandatangani surat itu tidak lama kemudian akan berpisah di persimpangan jalan mengikuti preferensi ideologinya masing-masing.
Ketiga, surat tersebut secara sadar menempatkan kebudayaan nasional dalam konteks kebudayaan global. Dengan keyakinan yang tinggi dalam surat itu dinyatakan bahwa kami (bangsa Indonesia) adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia. Artinya, bangsa Indonesia bahwa bangsa Indonesia bukan anak haram dari kebudayaan dunia yang hanya menjadi limbah kebudayan, objek tindas dari kolonialisasi kebudayaan, maupun konsumen pasif dalam kreasi kebudayaan dunia.
Keempat, sebagai ahli waris kebudayaan dunia, Indonesia memandang dirinya sebagai taman sari dunia. Aneka puspa indah tumbuh dari dalam buminya sendiri di taman sari tersebut. Selain itu, di taman sari tersebut juga berkembang berbagai macam bunga yang elok dari luar yang ditumbuhkan caranya sendiri menyesuaikan dengan sifat tanah dan lingkungannya.
Dengan demikian, Indonesia sebagai ahli waris budaya dunia memiliki cara dan prinsip sendiri dalam mengembangkan kebudayaannya yakni dengan cara “mempertahankan tradisi sendiri yang baik seraya mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik.” Dalam kongres kebudayaan pertama, Moh. Hatta menuturkan bahwa bangsa Indonesia yang memiliki sejarah yang sangat panjang, Indonesia memiliki riwayat kebudayaan yang hebat dan tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain yang ada di dunia.
Kekayaan dan kekuatan khazanah kebudayan lokal tersebut, melalui proses penyerbukan silang budaya dengan banyak budaya luar, menjadikan Indonesia taman sari dunia dengan banyaknya corak kebudayaan menjadi dominasi kekayaan budaya di kawasan Asia. Dengan luasnya benua Asia dengan populasi terbesar di dunia, maka dengan demikian menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mengembangkan corak kebudayaan paling kaya di Asia sebagai bangsa superpower kebudayaan dunia.
Sumber:
Latif, Yudi. Bhineka Tunggal Ika: Suatu Konsepsi Dialog Keragaman Budaya, dalam Fikih Kebinekaan. Jakarta: Maarif Institute for Culture and Humanity. 2015.
0 comments on “Indonesia: Ahli Waris Budaya Dunia” Add yours →