Kita semua sudah mengetahui dan memahami bahwa Indonesia terdiri dari beragam suku, agama, kebudayaan, kesenian, karakteristik dan ras yang berbeda-beda, bukankah itu suatu anugerah yang amat luar biasa? Mengapa? Coba bayangkan, jika kita semua terlahir sama, mulai dari warna kulit, suku atau bahkan dengan karakteristik yang sama pula, bisa dipastikan hidup akan terasa begitu membosankan.
Perihal perbedaan, kita harus memahami bahwa setiap manusia yang lahir ke bumi, diberi keunikan dan karakteistiknya masing-masing. Lalu, kita semua tumbuh di keluarga, sekolah dan lingkungan yang berbeda, belajar dan mengalami hal yang berbeda pula, hingga pada akhirnya cara berpikir dan cara kita hidup pun berbeda. Oleh karenanya tidak ada permasalahan mengenai perbedaan, karena secara alamiah setiap manusia memang berbeda.
Kembali pada Indonesia, NKRI dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya, dikenal sebagai bangsa yang ramah dan baik hati, prinsip kekeluargaan begitu melekat sebagai jati diri bangsa ini. Banyak kearifan local atau adat istiadat yang di dalamnya tertanam nilai-nilai perdamaian, kasih sayang, dan toleransi yang tinggi, salah satunya gotong royong atau kerja bakti. Sejak kecil kita pun sudah diajarkan baik dalam agama maupun norma sehari-hari untuk menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, serta merangkul sesama.
Pada hakikatnya, kita semua hidup di atas tanah negeri ini menjadi sebuah bangsa, tidak peduli apakah agama kita Islam, Kristen, Hindu atau yang lainnya, apakah kita berasal dari Sunda, Jawa, Batak atau Papua, kita semua memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia dan sebagai warga negara Indonesia.
Namun, ada hal-hal yang perlu kita perhatikan lebih jauh, manakala kita melihat perbedaan sebagai sesuatu yang ‘tidak seharusnya’ sehingga membuat kita menjadi orang yang latah, sedikit-sedikit membedakan atau parahnya membuat kita menjadi rasis atau bersikap diskriminatif. Lambat-laun setiap orang mulai menjadi individualis, terlebih di era global dengan segala kecanggihan teknologi yang ada.
Hal inilah yang tanpa sadar sering kita lakukan, dan buruknya ini menjadi celah atau kesempatan bagi para kaum radikalis untuk menyusup, mendikte dan memengaruhi kita untuk melihat perbedaan sebagai sebuah aib. Membawa kita berpikir mengenai hal-hal khususnya agama Islam secara kaku, rigid, keras dan saklek.
Sebagai anak muda, yang dekat sekali dengan modernisasi serta kecanggihan teknologi, seringkali membuat kita terlena, hingga mengabaikan nilai-nilai kearifan local dan budaya sehari-hari. Kita harus segera menyadari hal ini, pun segera berbenah memperbaiki dan menanamkan kembali nilai-nilai kearifan local yang kita miliki, budaya saling menghormati, menghargai, musyawarah, kekeluargaan dan saling membantu.
Mengapa kearifan lokal? Sebab, didalamnya tertanam nilai-nilai kebaikan, cinta, perdamaian, dan rasa menghormati yang tinggi.
Pernahkah kamu melihat tayangan di TV saat perayaan Nyepi di Bali? pada hari itu semua masyarakat Bali turut ‘Nyepi’ dengan tidak membuat keributan yang berarti, meninggalkan hiruk-pikuk, bukan untuk ikut merayakan tetapi sebagai bentuk saling menghargai antar umat beragama. Rasanya damai kan?
Atau ketika hari Raya Idul Fitri, tidak ada kan orang Kristen atau Hindu yang tiba-tiba membakar Masjid agar umat Islam tidak bisa sholat Id. Mereka bahkan turut mengucapkan selamat.
Penulis rasa, bisa kita bayangkan, jika budaya saling menghargai, saling membantu, menghormati, dan bersikap penuh kasih terhadap sesama semakin ditanamkan pada setiap insan di Negeri ini, mungkin aka nada banyak negara lain yang ingin menjadi seperti Indonesia yang rukun dan damai.
Dengan menanamkan nilai-nilai kearifan lokal, serta budaya dan adat istiadat bangsa Indonesia, maka paham-paham radikalis dan teroris yang marak disebarluaskan secara vulgar atau sembunyi-sembunyi tidak akan dengan mudahnya menggoyahkan pikiran dan hati kita. Karena dilubuk hati terdalam kita sudah meyakini bahwa Indonesia dengan segala keberagaman dan budayanya adalah hal terbaik yang kita miliki.
Radikalisme yang mengintai kita, para generasi muda, tidak akan pernah sampai pada tujuannya.
Jadi, jangan tinggalkan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal dalam kehidupan.
0 comments on “Radikalisme Mengintai, Bentengi Diri Dengan Budaya dan Kearifan Lokal” Add yours →