Berbicara tentang Hari Pers Nasional (HPN) yang diperingati setiap 9 Februari, pastilah akan bermuara pada sosok perintis yang mencetuskannya, Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo. Beliau merupakan tokoh pers yang memperjuangkan adanya HPN yang terus diperingati dari masa ke masa. Maka tak heran, Pramoedya Ananta Toer menyebut Tirto sebagai “Sang Pemula”. Karena mengawali pergerakan kebangsaan dalam bidang persuratkabaran.
Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo merupakan tokoh kebangkitan Nasional Indonesia yang berasal dari keturunan ningrat dan seorang purta bupati yang bernama Raden Ngabehi Muhammad Chan Tirtodipuro yang lahir di Blora, 1880. Kendati demikian, Tirto Adhi Soerjo atau akrab disapa Tirto, lebih lama tinggal di wilayah Bandung. Di sana, ia menggeluti Jurnalisik kemudian mendirikan 3 surat kabar yakni Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907) dan Poetri Hindia (1908).
Sejak remaja, Tirto rajin mengirimkan tulisan-tulisannya ke sejumlah surat kabar dalam bahasa Belanda dan Jawa. Ia juga pernah membantu Chabar Hindia Olanda pimpinan Alex Regensburgh selama dua tahun sebelum pindah menjadi redaktur Pembrita Betawi, Pimpinan F. Wriggers. Kecintaannya pada Jurnalistik tak diragukan. Ia sadar akan pentingnya pers dalam membela kepentingan sosial dan politik.
Surat kabar gagasan Tirto, Medan Prijaji begitu digemari oleh masyarakat pada waktu itu karena hadirnya satu rubrik khusus yang menyediakan penyuluhan hukum gratis. Pada tahun 1906, dua tahun sebelum perkumpulan Budi Utomo lahir, Djokomono telah mendirikan organisasi pribumi bercorak modern pertama yang diberi nama Sarikat Priyayi.
Inilah yang kemudian melahirkan surat kabar Medan Prijaji pada tahun 1907. Bersama H.O.S Tjokroaminoto, ia mendirikan Sarikat Dagang Islam (SDI), yang kelak berubah menjadi Sarekat Islam, pada tahun 1909 di Jakarta. Segala pemberitaan di surat kabar Medan Prijaji sering dianggap menyinggung pemerintah Belanda hingga tak jarang Tirto dibuang ke tempat terpencil selama berbulan-bulan.
Tirto Adhi Soerjo meninggal pada tanggal 07 Desember 1918. Sang legenda menghabiskan hari-hari terakhirnya dalam kesunyian dan keputusasaan, tenggelam dalam cengkeraman depresi yang teramat parah. Ironisnya, tak satu pun surat kabar yang memuat berita kematiannya. Sebagai pengakuan atas peran besarnya dalam jurnalisme, pemerintah RI menganugerahkan kepadanya gelar Pahlawan Nasional pada 2006.
Penulis: Siska Irma Diana
Referensi:
https://kumparan.com/mutiarapratiwi/mengenal-tirto-adi-suryo-sebagai-bapak-pers-nasional-indonesia-1xjwmyuzQ2Z
0 comments on “Memoar Digdaya Tentang Bapak Pers Nasional” Add yours →