Pada era teknologi yang super cepat hari ini, setiap individu sulit untuk tidak bergantung pada gawai. Dalam bekerja, belajar bahkan bersosial, manusia dituntut untuk melibatkan teknologi di dalamnya. Salah satu hal yang menjadi perhatian besar sekaligus mempengaruhi peradaban umat manusia adalah media sosial. Dengan akses ini, kita dapat menembus ruang dan waktu, salah satu contohnya adalah kita dapat berteman dengan seseorang yang tidak kita kenal, atau bahkan dalam permisalan lain, kita dapat berteman kembali dengan teman kita yang lama karena adanya media sosial. Maka dari itu, kebutuhan manusia akan media sosial pada hari ini tidak dapat dinafikan. Kehidupan bersosial secara “semi-nyata” sudah menjadi bagian dari sejarah peradaban umat manusia.
Di sisi lain, dalam dinamika bersosial media manusia diharuskan bersosial secara “manusiawi”. Meski media sosial melahirkan bersosial secara semu, akan tetapi pengaruhnya dalam kehidupan nyata dapat berpengaruh, bahkan bisa jadi di beberapa daerah budaya bersosial media sudah menduduki diatas bersosial secara non-media. Sehingga dengan seiring berjalannya perubahan ini, agar dapat menciptakan kehidupan yang tetap stabil dan damai harus ada beberapa kesepakatan untuk mencapai tujuan tersebut. Maka salah satu kunci untuk menggapai tujuan tersebut adalah dengan berperilaku bijak dalam bermedia sosial. Dengan berperilaku bijak dalam bersosial media, maka itu artinya individu tersebut sudah menjunjung “kemanusiaan” dalam bungkusan etika bermedia sosial. Dalam hal ini, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan yang mana menjadi kunci dalam berperilaku bijak dalam bersosial media.
Pertama, memahami keterbatasan kebebasan. Dalam dinamika media sosial hari ini, setiap penikmat akses ini tentu diberikan kebebasan dalam melakukan apapun dalam akunnya. Sehingga menjadikan tiap individu bebas dalam apa yang ia ingin lakukan. Akan tetapi, dalam aktualisasinya beberapa individu justru “kebablasan” dalam memahami kebebasan tersebut. Terkadang kebebasan tersebut justru menjadi “pisau” untuk menyakiti orang lain, sehingga ada peyoratif dalam memaknai kebebasan tersebut. Mudahnya, jika kita analogikan, bahwa tiap individu memiliki “gelembung” kebebasan. Akan tetapi jika kita sudah bersosial dengan orang lain, maka “gelembung” kebebasan tersebut akan menabrak dengan “gelembung” kebebasan orang lain, sehingga itu lah yang disebut batasan. Oleh karena itu, kebebasan yang sudah dimiliki tiap individu tidak boleh menabrak kebebasan orang lain. Contoh sederhananya dalam sehari-hari, usahakan apa yang akan kita bagikan di media sosial entah itu Instagram, Twitter, TikTok, dan media lainnya, tidak menganggu perasaan orang lain atau bahkan melukainya.
Kedua, menjaga privasi. Di era digitalisasi hari ini, sangat mudah bagi para hacker untuk mengambil data-data pengguna media sosial untuk disalahgunakan. Maka, jika kita sendiri tidak hati-hati dalam menjaga data-data privasi, akibatnya adalah ancaman yang dapat merugikan diri sendiri. Dalam hal lain juga, bahwa hal yang berbau privasi hendaknya tidak kita bagikan ke semua teman kita. Seperti yang kita ketahui bahwa jejak digital sangat berbahaya bagi kita kedepannya. Oleh karena itu, privasi yang tidak perlu diketahui orang banyak hendaknya dijaga baik-baik untuk diri sendiri.
Ketiga, media sosial ibarat pisau, ia dapat berguna untuk memotong buah-buahan dan dalam waktu yang sama juga dapat mencelakakan diri sendiri serta orang lain. Dalam aplikasinya, media sosial bisa menuai manfaat dan juga dapat menghasilkan kemudharatan. Maka, solusi yang tepat adalah tiap individu harus “bangun” dari kesemuan-kesemuan yang terjadi di media sosial. Hendaknya, media sosial dapat berguna bagi setiap penggunanya, seperti dalam membentuk personal branding, influence, bahkan mencari nafkah. Tidak untuk melakukan hal yang membuang-buang waktu atau bahkan sampai mencelakakan diri sendiri atau bahkan orang lain.
Penulis: Muhammad Abid Al-Akbar
0 comments on “Berperilaku Bijak Dalam Media Sosial” Add yours →