Duta Damai sebagai support group Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memiliki peranan penting dalam menyebarkan perdamaian khususnya di dunia maya. Besarnya jumlah pengguna internet di Indonesia menjadi tantangan yang cukup besar bagi bangsa ini, terlebih di tahun politik. Pemahaman yang dangkal, rendahnya literasi, membuat tidak sedikit dari warganet di Indonesia mudah diprovokasi.
Duta Damai BNPT yang tersebar di tiga belas regional di Indonesia memiliki visi dan misi yang sama dalam mengkampanyekan kerukunan, kenyamanan dan toleransi di negara yang kaya akan keberagaman ini. Selain massive di dunia maya, duta damai juga aktif mengkampanyekan perdamaian di dunia nyata.
Salah satu contohnya adalah Seminar Hari Pancasila dengan tema “Mengakarkan dan Membumikan Pancasila Sebagai Landasan Bernegara” yang diselenggarakan Duta Damai Jakarta pada 29 Juni 2019 di Wisma PMI, Kebayoran Baru Jakarta. Kegiatan-kegiatan offline yang diadakan oleh Duta Damai menjadi ajang silaturahmi dengan Duta Damai regional lain sebagai salah satu bentuk support dalam mengkampanyekan perdamaian dan mempererat persaudaraan. Sinergitas harus dilakukan untuk terus menciptakan inovasi dalam menyebarkan perdamaian di dunia maya ataupun di dunia nyata.
Perihal kerukunan di dunia maya, Yenni Wahid dalam acara tersebut menuturkan bahwa tingkat radikalisme di Indonesia masih tergolong rendah. Masyarakat yang benar-benar terpapar paham radikal hanya sekitar 0.94%. Selain itu beliau juga menuturkan bahwa 90% masyarakat Indonesia masih menginginkan Pancasila sebagai ideologi bangsa kita. Namun kabar buruknya adalah intoleransi meningkat seiring dengan cepatnya arus informasi dan rendahnya literasi.
Tidak sedikit dari warganet yang secara terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan mereka pada hal yang berbeda dengan mereka. Terlebih di tahun politik ini banyak isu bertebaran di media sosial. Portal-portal berita tidak kredibel banyak berlalu lalang di beranda sosial media kita. Fanatisme buta sering kali membuat warganet mudah terprovokasi, mencaci, memaki, hingga memfitnah satu sama lain. Padahal bisa jadi bahwa isu tentang kelompok A dan kelompok B yang saling bertolakbelakang diproduksi oleh sumber yang sama. Yang terpenting bagi mereka adalah kita membuka link berita, menyebarkannya, dan satu kali klik sangat berarti untuk kucuran uang mereka. Ini hal yang sebenarnya terjadi, namun banyak dari kita yang tidak menyadari.
Yenni juga menuturkan bahwa populasi orang-orang seperti ini sebenarnya tidak banyak, namun mereka berisik dan terus membuat kegaduhan di dunia maya dan berdampak pada kehidupan di dunia nyata. Sehingga kini silent majority sudah tidak berlaku dan tidak boleh diam lagi, sebab permasalahan ini tidak hanya berdampak bagi pribadi atau sekelompok masyarakat saja, tetapi juga berdampak pada keutuhan bangsa dan negara.
Provokasi dan intoleransi di sosial media harus terus dilawan. Selain dengan mengungkap fakta dan data kita juga perlu untuk membuat kontra narasi agar dapat membanjiri dunia maya dengan konten-konten positif yang menyejukkan. Meski di negara demokrasi ini kita diberikan kebebasan berekspresi, bukan berarti bebas lepas tanpa batas. Kita boleh mengekspresikan apapun selama tidak menciderai kerukunan bersama. Berbeda bukan alasan untuk saling hina, sebab Indonesia ditakdirkan untuk menjadi negara yang penuh warna.
Penulis : Annisa (Jawara Duta Damai)
0 comments on “Silaturahmi Bersama Duta Damai Jakarta dalam Seminar Hari Pancasila” Add yours →