Indonesia dikenal dengan citranya yang majemuk dan demokratis. Pernyataan itu bahkan pernah diakui oleh para intelektual muslim sekelas Nur Cholis Majid dan KH. Abdurrahman Wahid. Tidak ada negara yang lebih islami dari Indonesia.
Jika ditelisik kembali, ungkapan itu memang bukan tanpa alasan. Di negara plural ini, diakui gesekan antar agama memang sering terjadi. Namun, tidak sampai meluas menjadi konflik nasional. Berbeda dengan konflik di Timur Tengah yang hingga kini menjadi kisah tragis yang bertubi-tubi.
Demo berjilid-jilid di Jakarta beberapa waktu lalu misalnya. Secara sepintas, peristiwa itu memang diakui telah menciderai nilai-nilai toleransi bangsa kita. Namun, tetap saja, histori yang demikian tidak dapat merusak toleransi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Sejauh ini, praktik toleransi masyarakat kita dilakukan dengan mengahargai perbedaan agama, suku, ras, dan budaya.
Masyarakat tentu menyadari hal itu. Keunikan Indonesia yang paling toleran dan menghargai keberagaman. Hanya saja, peran media masih kurang. Selama ini, porsi pembahasan toleransi di daerah-daerah luar Jakarta masih belum banyak diberitakan.
Di Pulau Bali misalnya. Menurut data Sensus Penduduk pada 2010 lalu, masyarakat muslim di Pulau Dewata itu hanya berkisar 13 persen. Itu pun kebanyakan pendatang dari Jawa. Penduduk yang mayoritas Hindu tak menyurutkan semangat mereka untuk saling menghargai.
Meskipun Bali pernah dibom oleh sekelompok Muslim pada 2002 lalu, mereka tetap teguh menjaga rasa toleransinya. Pada saat sholat jumat dan sholat hari raya, tak jarang para pecalang—sebutan untuk polisi masyarakat Hindu—akan membantu mengamankan lalu lintas.
Dalam hal makanan misalnya, anjing, babi yang dianggap haram bagi masyarakat Muslim pun tidak menjadi masalah mendasar di daerah yang terkenal dengan keindahan pariwisatanya itu. Kegiatan masyarakat Hindu dan Muslim tetap berjalan beriringan sebagaimana mestinya. Batasan syariat pun tetap dijaga. Tanpa menciderai sikap toleransi dan menghargai antar umat beragama.
Perlu kiranya kita belajar banyak dari toleransi yang ada di Bali. Media seharusnya juga lebih peka terhadap isu-isu toleransi yang ada di daerah lain. Sehingga masyarakat tidak hanya menjustifikasi secara global, bahwa Indonesia kurang toleran.
Seperti masyarakat Bali, mereka hidup bersama dengan rukun dan toleran. Bukankah seperti itu konstruksi masyarakat yang selama ini kita idamkan?
Selamat Hari Raya Nyepi
Tahun Baru Caka 1941
Siti Heni Rohamna (Ruang Riung – Duta Damai Banten)
0 comments on “Belajar Toleransi dari Bali” Add yours →