Menyendiri ialah keadaan seseorang untuk menghabiskan waktu sendiri daripada bersosialisasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi menyendiri artinya mengasingkan diri dari orang ramai dan duduk sambil termenung.
Sedangkan menyendiri dalam Islam yaitu menarik diri dari hiruk pikuk duniawi dan menyepi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW melakukan penyendirian untuk tujuan tahannuts atau tahannuf yang berarti melakukan kegiatan yang mengantar kepada al-hanafiyah (memasuki jalan lurus).
Sobat damai, lalu menyendiri seperti apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Berikut pembahasannya menyendiri ala Rasulullah SAW:
I’tikaf
Dilansir dari Islami.co yang mengutip dari keterangan Prof. Quraish Shihab menjelaskan bahwa tahannuts (menyendiri) Rasulullah dilakukan dengan merenung, berdiam diri di atas sejadah dan berdzikir kepada Allah SWT serta mensucikan-Nya dari segaal sifat yang tidak wajar bagi Allah SWT. Sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim ajaran Hanif adalah ajaran yang lurus dan tidak menyimpang.
Setelah tahannuts, biasanya Rasulullah pergi ke Ka’bah dan melakukan thawaf sebanyak tujuh kali atau sebanyak yang dikehendaki Allah.
Ibnu Hisyam Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Beliau memberi makan siapa di antara orang-orang miskin yang mendatangi beliau. Dan apabila Rasulullah telah menyelesaikan keberadaan beliau di sana, selama sebulan itu (ber-tahannuts), yang pertama beliau lakukan adalah datang ke Ka’bah sebelum kembali ke rumah beliau untuk berthawaf sebanyak tujuh keliling. Atau sebanyak apa yang dikehandaki Allah Subhanahu wa ta’ala.”
Kebiasaan menyendiri Rasulullah dapat dilakukan oleh umat muslim dengan cara i’tikaf yang bermakna berdiam diri di masjid disertai denga niat. Tujuan i’tikaf adalah semata-mata beribadah kepada Allah SWT, khususnya dalam hal ibadah-ibadah yang umunya dilakukan di masjid.
I’tikaf dapat dilakukan setiap saat termasuk pada waktu-waktu yang diharamkan salat. Namun, i’tikaf lebih utama dilakukan pada 10 malam terakhir di bulan Ramadan.
Melakukan i’tikaf lebih dianjurkan pada 10 malam terakhir demi menggapai keutamaan Lailatul Qadar yang waktunya dirahasiakan Allah SWT. Anjuran melaksanakan i’ttikaf pada 10 malam terakhir Ramadan sebagaimana dalam hadist berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya: Dari Aisyah R.A isteri Nabi SAW menuturkan, “Sesungguhnya Nabi SAW melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan i’tikaf sepeninggal beliau”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006).
Saat i’tikaf ada amalan-amalan yang dianjurkan dijelaskan dalam berbagai kitab turats, salah satunya seperti yang dijelaskan oeh Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab berikut:
قال الشافعي والأصحاب فالأولى للمعتكف الاشتغال بالطاعات من صلاة وتسبيح وذكر وقراءة واشتغال بعلم تعلما وتعليما ومطالعة وكتابة ونحو ذلك ولا كراهة في شئ من ذلك ولا يقال هو خلاف الأولى هذا مذهبنا وبه قال جماعة منهم عطاء والأوزاعي وسعيد بن عبد العزيز
“Imam Syafi’i dan ashab (para pengikutnya) berkata, ‘Hal yang utama bagi orang yang beri’tikaf adalah menyibukkan diri dengan ketaatan dengan melaksanakan salat, bertasbih, berdzikir, membaca Al-Qur’an, dan menyibukkan diri dengan ilmu dengan cara belajar, mengajar, membaca, dan menulis serta hal-hal sesamanya. Tidak dihukumi makruh dalam melaksanakan satu pun dari hal-hal di atas, dan tidak bisa disebut sebagai menyalahi hal yang utama (khilaf al-aula). Ketentuan ini merupakan pijakan mazhab kita (mazhab Syafi’i), dan pendapat ini diikuti oleh golongan ulama, seperti Imam ‘Atha, al-Auza’i, Sa’id bin Abdul Aziz” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 6, hal. 528).
Tafakur (merenung)
Menjelang usia 40 tahun, Rasulullah kerap melakukan uzlah (menyendiri). Allah SWT membuatnya suka menyendiri di Gua Hira, yaitu, sebuah bukit yang terletak di arah barat daya Makkah. Rasulullah menyendiri dan beribadah di gua hira selama beberapa malam. Bahkan, terkadang Rasulullah menyepi di sana selama sepuluh malam dan tak sesekali lebih lama lagi hingga sebulan penuh.
Ketika beliau menyendiri, bersunyi-sunyi seorang diri, dan membebaskan diri dari hiruk-pikuk kehidupan serta segala kesibukannya tidak penting.
Dalam menyendiri Rasulullah, beliau bertakafur, memikirkan, merenungkan, mengingat Allah SWT melalui segala Ciptaan-Nya yang tersebar di langit dan bumi.
Menurut Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, alasan mengapa Nabi Muhammad SAW melakukan uzlah adalah memfokuskan pikirannya untuk bertafakur (merenungkan) alam semesta, memperhatikan fenomena-fenomena keindahan, dan ruhnya bertasbih bersama ruh alam wujud, berpelukan dengan keindahan dan kesempurnaan, bergaul dengan hakikat yang agung, dan latihan bergaul dengannya dengan penuh pengertian dan pemahaman.
Dalam kehidupan umat muslim pentingnya untuk menyendiri untuk menumbuhkan rasa cintanya di dalam hati atas kegaungan, kebesaran Allah SWT, menambah rasa syukur kepada nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya dan menumbuhkan rasa takut terhadap adzab yang akan diberikan Allah SWT sehingga mempersiapkan diri dari perbuatan dosa dan segala macam maksiat.
Muhasabah diri
Muhasabah diri dalam Islam termasuk kebiasaan yang mulia dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Muhasabah diri dalam Islam memiliki arti intropeksi diri atau mengevaluasi diri. Mengevaluasi diri sendiri tiidak hanya duniawi saja melainkan ukhrawi (akhirat) antara amal amal baik dan buruk yang telah dilakukan.
Menurut buku Mukjizat Sabar Syukur Ikhlas yang ditulis oleh Badrul Munier Buchori, muhasabah berasal dari bahasa Arab, yakni berakar dari kata haasaba yuhaasibu. Kata tersebut diambil dari hasiba, hasibtusy syai-a, ahsibuhu husbaanan, dan hisaaban yang mengandung makna jika engkau menghitungnya. Evaluasi diri yang dimaksud muhasabah dalam Islam meliputi hubungan seorang hamba dengan Allah SWT maupun hubungan sesama makhluk ciptaan-Nya.
Pentingnya muhasabah dalam menjalani hidup sehari-hari tertuang dalam salah satu riwayat hadits. Rasulullah SAW menyebut orang yang pandai adalah orang-orang yang melakukan muhasabah. Dari Syadad bin Aus RA, Rasulullah bersabda,
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
Artinya: “Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT,” (HR. Imam Turmudzi).
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa muhasabah diri sebaiknya dilakukan setiap Muslim secara rutin, baik harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan.
Adapun waktu terbaik untuk muhasabah diri adalah pada awal hari (pagi) sebagaimana tertulis dalam kitab Ihya Ulumiddin berikut.
اعلم أن العبد كما يكون له وقت في أول النهار يشارط فيه نفسه على سبيل التوصية بالحق فينبغى أن يكون له في آخر النهار ساعة يطالب فيها النفس ويحاسبها على جميع حركاتها وسكناتها
Artinya: “Ketahuilah, seorang hamba sebagaimana menyediakan waktu pada awal hari untuk menentukan syarat yang berat bagi dirinya sebagai nasihat pada kebenaran seyogianya menyediakan waktu pada ujung hari untuk ‘menuntut’ dan ‘mengadili’ dirinya baik gerak maupun diamnya,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, 2018 M: IV/420).
Nah sobat damai, itulah yang dilakukan Rasulullah saat menyendiri. Apakah sobat damai sudah melakukan menyendiri ala Rasulullah?
Referensi:
https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6670010/apa-itu-itikaf-ini-pengertian-serta-panduan-lengkap-pelaksanaannya
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6387362/mengapa-nabi-muhammad-saw-melakukan-uzlah-di-gua-hira
Apa Yang Dilakukan Rasulullah Saat Menyepi di Dalam Gua Hira?
Menyendiri di Gua Hira Sebagai Bekal Rasulullah Menuju Dakwahnya
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5777891/tafakur-artinya-dalam-islam-cara-dan-keutamaannya-yuk-terapkan
https://islamdigest.republika.co.id/berita/qknrig366/nabi-muhammad-saw-kerap-menyendiri-apa-tujuannya-part1
https://news.detik.com/berita/d-5722461/muhasabah-dan-3-aspeknya-dalam-ajaran-islam
https://tirto.id/arti-muhasabah-diri-dalam-islam-dan-contoh-cara-melakukannya-gNUU
https://kumparan.com/berita-hari-ini/waktu-untuk-muhasabah-diri-beserta-manfaat-bagi-yang-melakukannya-1zOqlAIVmZQ/full
Penulis : Mira Komariah
0 comments on “Menyendiri Ala Rasulullah SAW” Add yours →